MENGENAL PUISI
(Sebuah Pengantar Apresiasi)
Puisi adalah secangkir kopi pahit yang diminum pagi hari.
Puisi dikomparasikan sebagaimana secangkir kopi. Penikmat puisi tidak akan
jenuh membaca puisi secara berulang-ulang. Penikmat kopi, akan menikmati
secangkir kopi dengan meminumnya secara berulang-ulang juga. Tidaklah salah,
Mursal Esten dalam pengantar sejarah sastra (1978:8) menyebutkan bahwa puisi
lebih mementingkan intensitas dan konsentrasi. Jadi, memahami puisi itu asyik
sebagaimana menikmati secangkir kopi pahit. Berikut hal ikhwal tentang puisi dari file tercecer.
Semoga bermanfaat bagi penulis dan pembacanya. Amin (P.Das).
Pengertian
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa
Yunani poites, yang
berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun,
menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata
tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut
syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan
(Sitomorang, 1980:10).
Menurut Vicil C. Coulter, kata poet berasal dari kata bahasa Gerik yang
berarti membuat, mencipta. Dalam bahasa Gerik, kata poet berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka
pada dewa-dewa. Dia adalah orang yang mempunyai penglihatan yang tajam, orang
suci, yang sekaligus seorang filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak
kebenaran yang tersembunyi (Situmorang, 1980:10).
Beberapa Pengertian Lain.
1. Menurut Kamus Istilah
Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat
oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
2. Putu Arya Tirtawirya
(1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit, samar
dengan makna yang tersirat di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
3. Ralph Waldo Emerson
(Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan
kata-kata sesedikit mungkin.
4. William
Wordsworth (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah peluapan yang
spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya, memperoleh asalnya dari emosi
atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam kedamaian.
5. Percy Byssche Shelly
(Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah rekaman dari saat-saat yang
paling baik dan paling senang dari pikiran-pikiran yang paling senang.
6. Watt-Dunton
(Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan
yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
7. Lescelles Abercrombie
(Sitomurang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari pengalaman
imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang
bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa yang mempergunakan setiap
rencana yang matang serta bermanfaat.
Perbedaan Puisi dan Prosa
HB. Jassin (1953:54) mengatakan bahwa untuk mendefinisikan
puisi, puisi itu harus dikaitkan dengan definisi prosa. Prosa merupakan
pengucapan dengan pikiran, sedangkan puisi merupakan pengucapan dengan perasaan.
Rahmanto dan Dick Hartoko (1986) mengatakan bahwa puisi
merupakan lawan terhadap prosa. Ungkapan bahasa yang terikat (puisi), lawan
ungkapan bahasa yang tidak terikat (prosa). Keterikatan oleh paralelisme,
metrum, rima, pola bunyi, dsb. Pada sastra modern perbedaan puisi dan prosa
sangat kabur.
Luxemburg (1992) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan teks
puisi adalah teks-teks monolog yang isinya tidak pertama-tama merupakan sebuah
alur. Selain itu teks puisi bercirikan penyajian tipografik tertentu.
Tipografik ini merupakan ciri yang paling menonjol dalam puisi. Apabila kita
melihat teks yang barisnya tidak selesai secara otomatis kita menganggap bahwa
teks tersebut merupakan teks puisi.
Rachmad Djoko Pradopo (1987) mengatakan bahwa dewasa ini
orang mengalami kesulitan dalam membedakan puisi dan prosa hanya dari bentuk
visualnya sebagai sebuah karya tertulis. Sampai-sampai sekarang ini dikatakan
bahwa niat pembacalah yang menjadi ciri sastra utama.
Alterbern (dalam Pradopo, 1987) mengatakan bahwa puisi
adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama.
Ada tiga unsur pokok dalam puisi yaitu pemikiran/ide/emosi, bentuk, dan kesan.
Jadi puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang
merangsang imajinasi panca indra dalam susunan bahasa yang berirama.
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan
pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah
kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua puisi
terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa
kesatuannya disebut paragraf. Ketiga di dalam baris sajak ada periodisitas dari
mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi
bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi
merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara
menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan
aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan
kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan
aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif dan
asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif,
menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987) . Perbedaan lain yaitu
puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan
sesuatu secara langsung.
Unsur Pembentuk Puisi
Ada beberapa pendapat tentang unsur-unsur pembentuk puisi.
Salah satunya adalah pendapat I.A. Richard. Dia membedakan dua hal penting yang
membangun sebuah puisi yaitu hakikat puisi (the
nature of poetry), dan metode puisi (the
method of poetry). Hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok,
yaitu
Sense (Tema, Arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang
melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara
langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari,
menafsirkan).
Feling (Rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang
dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda
dalam menghadapi suatu persoalan.
Tone (Nada)
Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca
atau penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap
rendah hati, angkuh, persuatif, sugestif.
Intention (Tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi
tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang
pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada
pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair.Untuk mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan
sarana-sarana. Sarana-sarana tersebutlah yang disebut metode puisi. Metode
puisi terdiri dari:
Diction (Diksi)
Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya
diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi
kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata
yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya.
Imageri (Imaji, Daya Bayang)
Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata yang
dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu
merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap
kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
Imaji disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada
beberapa macam citraan, antara lain
1. Citra penglihatan,
yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan dengan indra
penglihatan.
2. Citra pendengaran,
yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra
pendengaran .
3. Citra penciuman dan
pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman dan pengecapan .
4. Citra intelektual,
yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi intelektual/pemikiran. .
5. Citra gerak, yaitu
citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi
dilukiskan sebagai dapat bergerak.
6.
Citra lingkungan,
yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran lingkungan .
7.
Citra kesedihan, yaitu
citraan yang menggunakan gambaran-gambaran kesedihan
The Concrete Word (Kata-Kata Kongkret)
Yang dimaksud the
concrete word adalah
kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif
mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya.
Slametmulyana menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah
dipergunakan oleh penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus.
Figurative Language (Gaya Bahasa)
Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk
membangkitkan dan menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa,
perbandingan, kiasan, pelambangan dan sebagainya.
Jenis-jenis Gaya Bahasa
1. Perbandingan (simile),
yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan
mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti,
semisal, umpama, laksana, dll.
2. Metafora, yaitu bahasa
kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata
pembanding.
3. Perumpamaan epos (epic
simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara
melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat berturut-turut.
4. Personifikasi, ialah
kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana benda mati dapat berbuat
dan berpikir seperti manusia.
5.
Metonimia, yaitu
kiasan pengganti nama.
6. Sinekdoke, yaitu
bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu
sendiri.
7.
Allegori, ialah cerita
kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan.
Ritme dan Rima (Irama dan Sajak)
Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras
lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama dibedakan menjadi dua:
1.
Metrum, yaitu irama
yang tetap, menurut pola tertentu.
2. Ritme, yaitu irama
yang disebabkan perntentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara
teratur.
3. Irama menyebabkan
aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi sehingga
menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam
bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga,
a.
Dinamik, yaitu
tyekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
b.
Nada, yaitu tekanan
tinggi rendahnya suara.
c.
Tempo, yaitu tekanan
cepat lambatnya pengucapan kata.
4. Rima adalah persamaam
bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang
mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini
disebut euphony. Sebaliknya,
ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan.
Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Persajakan berdasarkan Jenisnya
1. Rima sempurna, yaitu
persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
2. Rima tak sempurna,
yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
3. Rima mutlak, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata
sebunyi)
4. Rima terbuka, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
5. Rima tertutup, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
6. Rima aliterasi, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau
baris yang berlainan.
7. Rima asonansi, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
8.
Rima disonansi, yaitu
persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
Rima berdasarkan Letaknya
1.
Rima awal, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
2.
Rima tengah, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi .
3.
Rima akhir, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
4.
Rima tegak yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal .
5.
Rima datar yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal .
6. Rima sejajar, yaitu
persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada
larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
7. Rima berpeluk, yaitu
persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik
keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
8. Rima bersilang, yaitu
persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik
ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
9. Rima rangkai/rima
rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa) .
10. Rima
kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua
larik puisi (aa-bb)
11. Rima patah, yaitu
persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi
(a-b-c-d) .
Pendapat lain dikemukakan oleh Roman Ingarden dari
Polandia. Orang ini mengatakan bahwa sebenarnya karya sastra (termasuk puisi)
merupakan struktur yang terdiri dari beberapa lapis norma. Lapis norma tersebut
adalah
1.
Lapis bunyi (sound stratum)
2.
Lapis arti (units of meaning)
3.
Lapis obyek yang
dikemukakan atau “dunia ciptaan”
4.
Lapis implisit
5.
Lapis metafisika
(metaphysical qualities)
Parafrase Puisi
Yang dimaksud parafrase adalah mengubah puisi menjadi
bentuk sastra lain (prosa). Hal itu berarti bahwa puisi yang tunduk pada
aturan-aturan puisi diubah menjadi prosa yang tunduk pada aturan-aturan prosa
tanpa mengubah isi puisi tersebut.
Perlu diketahui bahwa parafrase merupakan metode memahami
puisi, bukan metode membuat karya sastra. Dengan demikian, memparafrasekan
puisi tetap dalam kerangka upaya memahami puisi.
Ada Dua Metode Parafrase Puisi
1. Parafrase terikat,
yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan cara menambahkan sejumlah kata pada
puisi sehingga kalimat-kalimat puisi mudah dipahami. Seluruh kata dalam puisi
masih tetap digunakan dalam parafrase tersebut.
2. Parafrase bebas, yaitu
mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata sendiri. Kata-kata yang terdapat
dalam puisi dapat digunakan, dapat pula tidak digunakan. Setelah kita membaca
puisi tersebut kita menafsirkan secara keseluruhan, kemudian menceritakan
kembali dengan kata-kata sendiri.
SOAL LATIHAN
Pertanyaan
1.
Citraan apa yang
dominan dalam penggalan puisi di bawah ini!
2.
Gaya bahasa apakah
yang dominan dalam penggalan puisi di bawah ini!
3.
Rima jenis manakah
yang terdapat dalam penggalan puisi di bawah ini!
4.
Bagaimanakah feeling
dalam penggalan puisi di bawah ini?
5.
Bagaimanakah tone
dalam penggalan puisi di bawah ini?
6. Apakah pokok persoalan
yang ingin dikemukakan pengarang dalam penggalan puisi di bawah ini?
Penggalan
Puisi
laksana
bintang berkilat cahaya,
di atas
langit hitam kelam,
sinar
berkilau cahya matamu,
menembus
aku ke jiwa dalam
(Sebagai
Dahulu, Aoh Kartahadimadja)
Dua puluh
tiga matahari
Bangkit
dari pundakmu
Tubuhmu
menguapkan bau tanah
(Nyanyian
Suto untuk Fatima, Rendra)
Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
Menyinggung
muram, desir hari lari benerang
Menemu
bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
Dan kini,
tanah, air tidur, hilang ombak
(Senja di
Pelabuhan Kecil, Chairil Anwar)
Betsyku
bersih dan putih sekali
Lunak dan
halus bagaikan karet busa.
Rambutnya
merah tergerai
Bagai
berkas benang-benang rayon warna emas.
Dan
kakinya sempurna
Singsat
dan licin
Bagaikan
ikan salmon
(Rick
dari Corona, Rendra)
Engkau
ibarat kolam di tengah-tengah belukar
Berteriak-teriak
tenang
Membiarkan
nyiur sepasang
Berderminkan
diri ke dalam
Airmu …
(Engkau,
Walujati)
Aku sudah
saksikan
Senja
kekecewaan dan putus asa yang bikin tuhan Juga turut tersedu
Membekukan
berpuluh nabi, hilang mimpi dalam kuburnya.
(Fragment,
Chairil Anwar)
Seruling
di pasir tipis, merdu
Antara
gundukan pepohonan pina
Tembang
menggema di dua kaki
Burangrang
– Tangkaubanperahu
(Tanah
Kelahiran, Ramadhan KH)
Tetapi
istriku terus berbiak
Seperti
rumput di pekarangan mereka
Seperti
lumut di tembok mereka
Seperti
cendawan di roti mereka
Sebab
bumu hitam milik kami.
Tambang
intan milik kami
Gunung
natal milik kami
(Afrika
Selatan, Subagio Sastrowardjoyo)
Sepi
menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak
muka air kolam jiwa
Dan dalam
dadaku memerlu lagu
Menarik
menari seluruh aku
(Sajak
Putih, Chairil Anwar)
Maka
dalam blingsatan
Ia
bertingkah bagai gorilla
Gorilla
tua yang bongkok
Meraung-raung
Sembari
jari-jari galak di gitarnya
Mencakar
dan mencakar
Menggaruki
rasa gatal di sukmanya
(Blues
Untuk Bonnie, Rendra)
CERITA
BUAT DIEN TAMAELA
Beta
Pattirajawane
Yang
dijaga datu-datu
Cuma satu.
Beta
Pattirajawane
Kikisan
laut
Berdarah
laut.
Beta
Pattirajawane
Ketika
lahir dibawakan
Datu
dayung sampan.
Beta
pattirajawane, menjaga hutan pala.
Beta api
di panta. Siapa mendekat
Tiga kali
menyebut beta punya nama.
Dalam
sunyi malam ganggang menari
Menurut
beta punya tifa,
Pohon
pala, badan perawan jadi
Hidup
sampai pagi tiba.
Mari
menari!
Mari
beria!
Mari
berlupa!
Awas
jangan bikin beta marah
Beta
bikin pala mati, gadis kaku
Beta
kirim datu-datu!
Beta ada
di malam, ada di siang
Irama
ganggang dan api membakar pulau …
Beta
Pattirajawane
Yang
dijaga datu-datu
Cuma satu.
(Chairil Anwar)
(Chairil Anwar)
BALADA
TERBUNUHNYA ATMO KARPO
Dengan
kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
Bulan
berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
Mengepit
kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu
Surai bau
keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap
warga desa mengepung hutan itu
Dalam
satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
Mengutuki
bulan betina dan nasibnya yang malang
Berpancaran
bunga api, anak panah di bahu kiri
Satu demi
satu yang maju terhadap darahnya
Penunggang
baja dan kuda mengangkat kaki muka.
—Nyawamu
barang pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu
pucuk daun dan matiku jauh orang papa.
Majulah
Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah
ia kerna padanya seorang kukandung dosa.
Anak
panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo
Karpo tegak, luka tujuh liang.
—Joko
Pandan! Di mana ia!
Hanya
padanya seorang kukandung dosa.
Bedah
perutnya atapi masih setan ia
Menggertak
kuda, di tiap ayun menungging kepala
Joko
Pandan! Di manakah ia!
Hanya
padanya seorang kukandung dosa.
Berberita
ringkik kuda muncullah Joko Pandan
Segala
menyibak bagi reapnya kuda hitam
Ridla
dada bagi derinya dendam yang tiba.
Pada
langkah pertama keduanya sama baja.
Pada
langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas
luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka.
Malam
bagai kedok hutan bopeng oleh luka
Pesta
abulan, sorak sorai, anggur darah
Joko
Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapaknya.
(WS Rendra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar