BAHASA PEMERSATU BANGSA DAN SASTRA MENGUBAH PERILAKU MANUSIA

DENGAN SEPENUH HATI SESARAT HORMAT

SELAMAT DATANG DI BLOG BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

WAHANA EDUKASI, INFORMASI, MEMBUKA CAKRAWALA LEWAT BAHASA DAN SASTRA

SEMOGA KITA BISA LEBIH BERMAKNA

Dasiman Adnan

Minggu, 07 Oktober 2012

Kteladanan Kunci Keberhasilan

KETELADANAN

Pendidikan lebih pada proses pembelajaran. Proses yang baik, hasil pasti akan maksimal. Sebagai sebuah proses pembelajaran, pendidikan membutuhkan keteladanan. Siswa tidak akan terlambat kalau guru tidak pernah terlambat masuk kelas. Guru tidak akan terlamat masuk kelas kalau Kepala Sekolah tidak pernah terlambat datang di sekolah.
Kita awali proses pendidikan dengan baik. Penerimaan siswa baru normatif tanpa rekayasa kepentingan. Sambut dan berikan layanan prima untuk anak-anak bangsa. Didiklah dengan hati. Hilangkan kerakusan dan ambisi pribadi. Marilah, kita jadikan diri kita sebagai pribadi-pribadi teladan. 

Jumat, 21 September 2012

RSBI

RINTISAN SEKOLAH BERTARAF NASIONAL
RSBI dan SBI merupakan bentuk diskriminasi layanan pendidikan. Sisi anggaran, RSBI dan SBI tak ubahnya mesin yang mendapat legitimasi untuk pengumpul dana baik dari pemerintah maupun masyarakat. Sisi yang lain, tidak sedikit sekolah yang masih perlu mendapat dukungan dana untuk bisa eksis memberikan layanan pada masyarakat. Itulah realttas yang terjadi.
Dalam pelaksanaan, RSBI dan SBI lebih menonjolkan penggunaan dwibahasa. Kenyataan ini sebetulnya bukan menjadi kelebihan melainkan kelemahan. Karena di samping menyalahi UU, bahasa pengantar di sekolah bukan dwibahasa melainkan bahasa Indonesia. Akibat penggunaan dwibahasa, konten pembelajaran kurang mengena, bahasa Indonesia kurang lagi menjadi perekat negera kesatuan dan persatuan bangsa.   

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

A. Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa yang utama dan pertama yaitu fungsi komunikasi. Fungsi ini dalam bahasa berlaku bagi semua bahasa apapun dan di mana pun. Dalam berbagai literatur bahasa, ahli bahasa (linguis) bersepakat dengan fungsi-fungsi bahasa berikut:
1.   fungsi ekspresi dalam bahasa
2.   fungsi komunikasi dalam bahasa
3.   fungsi adaptasi dan integrasi dalam bahasa
4.    fungsi kontrol sosial (direktif dalam bahasa)

Di samping fungsi-fungsi  utama tersebut, Gorys Keraf menambahkan beberapa  fungsi  lain  sebagai  pelengkap  fungsi  utama  tersebut. Fungsi tambahan itu adalah 1) fungsi lebih mengenal kemampuan diri sendiri, 2) fungsi lebih memahami orang lain, 3) fungsi belajar mengamati dunia, bidang ilmu di sekitar dengan cermat, 4) fungsi mengembangkan proses berpikir yang jelas, runtut, teratur, terarah, dan logis, 5) fungsi mengembangkan atau memengaruhi orang lain dengan baik dan menarik (fatik). (Keraf,1994:3-10), 6) fungsi mengembangkan kemungkinan kecerdasan ganda, 7) fungsi membentuk karakter diri. 8) fungsi membangun dan mengembangkan profesi diri, 9) fungsi menciptakan berbagai kreativitas baru (Widiono, 2005: 11-18)
1.    Fungsi ekspresi
Fungsi pertama ini, pernyataan ekspresi diri, menyatakan sesuatu yang  akan  disampaikan  oleh  penulis  atau  pembicara  sebagai eksistensi diri dengan maksud:
a.        Menarik perhatian orang lain (persuasif dan provokatif),
b.       Membebaskan diri dari semua tekanan dalam diri seperti emosi,
c.        Melatih diri untuk menyampaikan suatu ide dengan baik,
d.       Menunjukkan keberanian (convidence) penyampaikan ide.
Fungsi  ekspresi  diri  itu  saling  terkait  dalam  aktivitas  dan  interaktif keseharian individu, prosesnya  berkembang  dari  masa  anak-anak, remaja, mahasiswa, dan dewasa.
2.    Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi merupakan fungsi bahasa yang kedua setelah fungsi ekspresi diri. Maksudnya, komunikasi tidak akan terwujud tanpa dimulai dengan ekspresi diri. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi, yaitu komunikasi tidak akan sempurna jika ekspresi diri tidak diterima oleh orang lain. Oleh karena itu,komunikasi tercapai dengan baik bila ekspresi berterima. Dengan kata lain, komunikasi berprasyarat pada ekspresi diri.
3.    Fungsi integrasi dan adaptasi sosial
Fungsi peningkatan (integrasi) dan penyesuaian (adaptasi) diri dalam suatu lingkungan merupakan kekhususan dalam bersosialisasi baik dalam lingkungan sendiri maupun dalam lingkungan baru. Hal  itu menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan sebagai sarana mampu menyatakan hidup bersama dalam suatu ikatan (masyarakat). Dengan demikian, bahasa itu merupakan suatu kekuatan yang berkorelasi dengan kekuatan orang lain dalam integritas sosial. Korelasi melalui bahasa itu memanfaatkan aturan-aturan bahasa yang  disepakati sehingga manusia berhasil membaurkan diri dan menyesuaikan diri sebagai anggota suatu masyarakat.
4.    Fungsi kontrol sosial
Kontrol sosial sebagai fungsi bahasa bermaksud memengaruhi perilaku dan tindakan orang dalam masyarakat, sehingga seseorang itu terlibat dalam komunikasi dan dapat saling memahami. Perilaku dan tindakan itu berkembang ke arah positif dalam masyarakat. Hal positif itu terlihat melalui  kontribusi  dan masukan yang positif. Bahkan, kritikan yang tajam dapat berterima dengan hati yang lapang jika kata-kata dan sikap baik memberikan kesan yang tulus tanpa prasangka. Dengan kontrol sosial, bahasa mempunyai relasi dengan  proses sosial suatu masyarakat seperti keahlian bicara, penerus tradisi tau kebudayaan, pengindentifikasi diri, dan penanam rasa keterlibatan (sense of belonging) pada masyarakat bahasanya.
B. Kedudukan da funsi Bahasa
Masih banyak fungsi bahasa yang lain dalam bahasa Indonesia khususnya, fungsi bahasa dapat dikembangkan atau dipertegas lagi ke dalam kedudukan bahasa  Indonesia.
Kedudukan  Bahasa  Indonesia diidentifikasikan menjadi 1) bahasa persatuan, 2) bahasa nasional, 3) bahasa negara, dan 4) bahasa standar. Keempat posisi bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi masing-masing seperti berikut:
1.    Fungsi  Bahasa  Persatuan 
Fungsi  bahasa  persatuan  adalah  pemersatu  suku  bangsa,  yaitu pemersatu suku, agama, rasa dan antar golongan (SARA) bagi suku bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Fungsi pemersatu ini (heterogenitas/ kebhinekaan)  sudah  dicanangkan  dalam  Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
2.    Fungsi Bahasa Nasional
Fungsi Bahasa Nasional adalah fungsi jati diri Bangsa Indonesia bila berkomunikasi pada dunia luar Indonesia. Fungsi bahasa nasional ini dirinci atas bagian berikut:
a.        Fungsi lambang kebanggaan kebangsaan Indonesia
b.       Fungsi Identitas nasional dimata internasional
c.        Fungsi sarana hubungan antarwarga, antardaerah,dan antarbudaya, dan
d.       Fungsi  pemersatu  lapisan  masyarakat:  sosial,  budaya,  suku bangsa,dan
e.        bahasa.
3.    Fungsi  Bahasa  Negara 
Fungsi  bahasa  negara  adalah  bahasa  yang  digunakan  dalam administrasi negara untuk berbagai aktivitas dengan rincian berikut:
a.        Fungsi bahasa sebagai administrasi kenegaraan,
b.       Fungsi bahasa sebagai pengantar resmi belajar di sekolah dan perguruan tinggi,
c.        Fungsi   bahasa   sebagai   perencanaan  dan  pelaksanaan pembangunan bagai negara Indonesi sebagai negara berkembang, dan
d.       Fungsi bahsa sebagai bahasa resmi berkebudayaan dan ilmu teknologi (ILTEK).
4.    Fungsi Bahasa Baku (Bahasa Standar)
Fungsi  bahasa  baku(bahasa  standar)  merupakan  bahasa  yang digunakan dalam pertemuan sangat resmi. Fungsi bahasa baku itu berfungsi sebagai berikut:
a.   Fungsi pemersatu sosial, budaya, dan bahasa,
b.   Fungsi penanda kepribadian bersuara dan berkomunikasi,
c.   Fungsi penambah kewibawaan sebagai pejabat dan intelektual, dan
d.   Fungsi penanda acuan ilmiah dan penuisan tulisan ilmiah.
Keempat kedudukan bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi keterkaitan  antar  unsur.  Kedudukan  dan  fungsi  tersebut  merupakan  kekuatan bangsa Indonesia dan merupakan jati diri Bangsa Indonesia yang kokoh dan mandiri. Dengan keempat posisi itu, bahasa Indonesia sangat dikenal di mata dunia, khususnya tingkat regional ASEAN. Dengan mengedepankan posisi dan fungsi bahaasa Indonesia, eksistensi bahasa Indonesia diperkuat dengan latar belakang sejarah yang runtut dan argumentatif. Sejarah terbentuknya Bahasa Indonesia dari bahasa melayu. Ciri-ciri bahasa Indonesia yang khas, legitimasi sebagai interaksi Bahasa Indonesia, dan ragam serta laras Bahasa Indonesia memperkuat konsepsi dan fungsi dikembangkan ke berbagai ilmu, teknologi, dan budaya sekarang dan yang akan datang.

Selasa, 21 Agustus 2012

Untuk Renungan

KATA-KATA TELAH MATI
Dasiman Adnan, Kabar dari Indra Maulana, Metro: 21/8/2012

"Kata-kata telah mati! Kita berada di zaman kematian kata-kata!" Seorang teman tiba-tiba berseru dalam sebuah diskusi kecil, atau tepatnya obrolan ringan suatu malam. Aku terhenyak, lalu terpekur dan mengendapkan kabar duka itu.

Mulanya kami hanya berbincang tentang keluh kesah yang itu-itu saja; seputar tidak hadirnya negara (pemimpin) dalam berbagai permasalahan. Tapi obrolan seolah mengarah makin serius. Mereka yang mengaku aktivis, cendekia, dan berbagai sebutan lainnya, seperti sudah sampai pada taraf putus asa. Putus asa karena berbagai cara telah disampaikan kepada pemerintah, kepada wakil rakyat, pada penguasa, tentang sejumlah problematika negeri. Putus asa karena mereka bebas berunjuk rasa, bebas meneriakkan protes tentang sesuatu yang salah, tentang sesuatu yang dituntut untuk diperbaiki oleh seluruh elit negerinya, tapi kebebasan bersuara itu seperti berakhir sia-sia, tidak didengar. Atau didengar tapi diabaikan.

Seorang teman lain berseru: "di zaman orba, mulut kami dibungkam, tetapi suara (kata) kami bisa menjadi sangat tajam, hingga merobek telinga mereka (penguasa). Tapi kini kami dibebaskan bersuara, kami tidak dibungkam, tapi mereka menutup telinganya, hingga suara kami pun tak berdaya".

Aku pun langsung teringat sepotong sajak perlawanan seorang aktivis 98, yang karena kalimat dalam sajaknya itu, menggemakan gerakan reformasi dan menjadikannya nyata.

Kekuatan sajaknya itu; "...hanya ada satu kata, Lawan!" membuat sang penyair cum aktivis Wiji Thukul, menjadi salah satu korban penculikan yang belum ditemukan hingga sekarang. Tetapi benih reformasi yang turut disebarnya melalui dorongan kata-kata dalam sajaknya itu telah dituai hasilnya kini.

Ketika pena masih bisa menjadi senjata, maka kekuasaan pun masih bisa dikontrol, tapi apa jadinya bila pena (kata-kata) bisa leluasa bersuara tapi menjadi tak bermakna di telinga? Hanya menjadi hal yang diabai? Maka, kata-kata, sesungguhnya telah mati. Kata-kata telah terpendam dingin, bisu di pusaranya.

Yudi Latif, dalam "Menyemai Karakter Bangsa" (2008) menyebut "setiap gerakan kebangkitan bermula dari tanda. Dan, bahasa (kata-kata) adalah rumah tanda". Ini menunjukkan betapa pentingnya peran kata-kata, dalam setiap gerakan kebangkitan. Dimulai dari sadar berkata-kata, sadar dalam keberaksaraan, maka akses menuju perubahan yang lebih baik pun terbuka lebar.

Dalam kata, tentu ada gagasan/pikiran. Karena sebenarnya, meminjam ungkapan Radhar Panca Dahana, kata-kata adalah baju dari segala pemikiran/gagasan. "kata-kata dan pikiran ibarat sebuah kertas, seseorang tak bisa memotong satu sisi, tanpa memotong sisi lainnya di waktu yang sama" ujar Ferdinand de Saussure.

Dengan tidak didengar, dengan hanya diabaikan, maka kata-kata seperti dilolosi dari tubuh makna dan gagasannya.  Dilepasnya jubah kata-kata dari tubuh makna, maka sebenarnya kata-kata telah dibunuh, telah dibuat mati oleh sang 'pengabai' itu.

Ibarat mendengar kabar duka tentang orang tercinta, kabar kematian pun beranjak melahirkan cemas. Karena itulah, di saat orang berteriak "Merdeka" sebagai selebrasi yang berulang tiap tahunnya, aku memilih bersimpuh di pusara kata-kata. Lalu berharap, kata-kata sebenarnya belum mati, tapi berharap ia hanya mati suri. Karena tanpa kata-kata apalah arti manusia dengan segala peradabannya?

Selintas terdengar sayup dari kejauhan, di luar jendela sana, John F. Kennedy berbisik; "Jika politik itu kotor, biarlah Puisi yang membasuhnya."